Bawakan konsep berbeda, Apa kata penonton Pentas Produksi BKKT?
Pentas Produksi BKKT UNS Mangkujiwo (28/11) (Foto : Wasa Rasen) |
SURAKARTA, ANTASENA.com - Pada Sabtu (28/11/23), di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah UKM Badan Koordinasi Kesenian Tradisional UNS, melaksanakan pentas produksi, sebuah projek yang dilaksanakan rutin setiap tahunnya.
Pentas Produksi disajikan secara terbuka oleh BKKT UNS kepada para penikmat seni, baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat luas. Pentas BKKT menggabungkan musik gamelan dan tarian serta sandiwara yang mengagumkan. Perubahan dan berbagai jenis cerita yang ditampilkan selalu dinantikan para penonton setianya.
Kisah dibalik Cupu Manik Astagina menjadi kisah pilihan sang sutradara, Mufid Jaluadi, untuk para penonton. Mengajarkan bahwa benda pusaka sakti mandraguna dapat mencelakai siapapun. Diwarnai dengan pengkhianatan Dewi Windradi, seorang keturunan bidadari yang menjadi istri Resi Gutama. Sebagai bentuk cinta yang mendalam kepada sang dewi, Batara Indra memberikan sebuah pusaka yang dapat melihat semua peristiwa di bumi dan alam semesta.
Rahasia yang disimpan erat oleh Dewi Windradi terungkap oleh anak-anaknya sendiri. Anjani, Subali, dan Sugriwa bertengkar hebat untuk memperebutkan Cupu Manik Astagina. Kerusuhan semakin tidak terelakkan hingga mengganggu Resi Gutama dalam pertapaannya. Mengetahui asal-usul pusaka tersebut, sang Resi murka dan mengutuk istrinya menjadi tugu dan dibuang ke Alengka Dirja. Anak-anaknya pun dijatuhi hukuman menjadi manusia setengah kera.
Ingin bawakan atmosfer yang berbeda dari sebelumnya, pentas ini mengangkat kisah Cupu Manik Astagina dengan kombinasi genre horor. Mangkujiwo, adalah nama dari Pentas Produksi BKKT UNS 2023. Tahun-tahun sebelumnya, BKKT UNS mengambil pendekatan secara tradisional. Pada tahun ini, tim produksi memilih untuk mengkombinasikan tarian khas jawa dan kontemporer. Performer banyak menggunakan gerakan memutar layaknya tarian kontemporer modern. Selain itu, Mangkujiwo tidak dipimpin oleh seorang dalang, melainkan monolog dari tokoh utama, Dewi Windradi. Tidak hanya itu, Dewi Windradi ditempatkan di depan tiga kaca besar membelakangi penonton.
Kostum yang dipilih mengkombinasikan beragam balutan kain dan beberapa aksesoris khas tradisional jawa. Setiap perubahan scene para penari berganti kostum dengan menggunakan kain warna lainnya. Pada masa bahagia anak-anak Dewi Windradi, mereka menggunakan kain hijau sebagai gambaran taman, memberi pemanis dari dasar kain putih merah, atau biru. Setelahnya, mereka melepaskan kain hijau, untuk menggambarkan kejatuhan dari Anjadi, Subali dan Sugriwa.
Para penari dengan kain hijau menggambarkan masa kebahagiaan (Foto:Wasa Rasen)
Para penari dengan balutan kain biru, merah, dan cokelat pada masa kejatuhan (Foto: Wasa Rasen )
Adegan terakhir ditutup dengan turunnya sang tokoh utama yang mengalami penyesalan mendalam. Dikelilingi oleh para penari dengan balutan kain putih, sebagai masa lalu yang kelam.
Dewi Windradi menyesal di akhir hidupnya (Foto: Wasa Rasen)
Keseluruhan konsep baru ini mendapatkan respon yang sangat positif dari para penonton. Valen (20), adalah salah satu penonton yang hadir, menyatakan ia sangat menyukai pementasan Mangkujiwo. “Unexpected! Keren banget! Karena awalnya mikir bakal horor hantu gitu ternyata horornya another way, sukses dibikin merinding! Jujur suka banget.”
Konsep dekorasi ruangan yang dihiasi dengan kain putih yang menjuntai dari langit-langit serta area sekitar Dewi Windradi sukses membuatnya jatuh hati. Penonton tidak dibayangi rasa takut, tetapi rasa kagum yang mencengangkan.
“Scene dimana [Dewi Windradi] nangis teriak dan scene terakhir ketika mau meninggal, ketika orang-orang putih-putih masuk dari pintu kanan kiri”, ujar Fatah dan Valen ketika menjelaskan adegan favorit mereka dari keseluruhan pementasan.
Mereka memberikan nilai 9,8 dan 10 dari 10 untuk keseluruhan pentas. Sudah bisa dipastikan bahwa Pentas Produksi BKKT UNS adalah penampilan yang patut untuk dinantikan setiap tahunnya.
Penulis : Chintya Yeung N.
Comments
Post a Comment